Kamis, 28 Maret 2013

Surat Dahlan


Judul               : Surat Dahlan

Penulis             : Khrisna Pabichara

Tahun terbit     : Januari 2013

Jumlah hal       : 378 hal

Penerbit           : Penerbit Noura Books

 

Ada yang mengatakan kepadaku bahwa penyakit pertama yang diidap para perantau adalah rindu kampung. Penyakit ini menyebabkan hasrat ingin pulang yang akut. Bagi mereka yang bisa melewati masa kritis, akan bertahan di tanah rantau. Sebaliknya, mereka yang tak mampu sembuh dan seluruh benaknya digerogoti bakteri rindu akan pulang ke tempat asal dengan gelar yang menyakitkan: Orang-orang kalah.

 

Dahlan yang sudah menamatkan sekolahnya di jenjang SMA, merantau ke Samarinda, ke rumah Mbak Atun untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Ia kuliah di dua tempat sekaligus. Sampai di tahun ketiga, kuliahnya tak menunjukkan tanda-tanda akan selesai. Ia merasa terkungkung dengan sistem pendidikan yang dilakoninya.  Ia mendambakan kebebasan, kebebasan dalam mengungkapkan pendapat terutama. Hingga akhirnya ia menemukan tempat berlabuh di dalam suatu organisasi yang bernama Pelajar Islam Indonesia dan membuat majalah kampus yang diberi nama Wawasan.

 

Barangkali aku cuma punya harapan yang setiap saat bertumpuk di kepala. Itu sebabnya ku namai kepalaku dengan kebun harapan. Kebun yang segala jenis bibit bisa tumbuh di sana. Lucunya, aku tak pernah tahu, atau mungkin belum tahu, bibit apa yang paling tepat di tanam di kebun harapan itu.

 

Ya, Dahlan muda sedang galau menapaki masa depannya. Ia merasa tak ada semangat lagi untuk kuliah. Di samping itu, ia selalu merindukan Aisha, yang berada jauh di Jawa. Ya, Aisha teman masa kecilnya, Aisha yang ia sukai sejak dulu. Aisha selalu mengirim surat untuk Dahlan, walaupun dahlan seringnya tak membalas surat dari Aisha. Seringnya ia hanya membaca dan merenunginya, lalu serta merta membayangkan masa lalu bersama Aisha. Satu lagi yang membuat ia tak tahan untuk kuliah. Belum lagi ia sempat bersitegang dengan salah satu dosennya, Pak Rahim, hanya karena Dahlan tidak memakai kemeja saat mengikuti perkuliahan dengan pak Rahim, hingga akhirnya ia melakukan perbuatan yang sangat diluar dugaan, yang membuat Pak Rahim sangat berang. Ditambah lagi kedatangan Maryati ke rumah Mbak Atun, orang yang sejak dulu menyukai Dahlan walaupun ia tahu hati Dahlan hanya untuk Aisha. Semakin tak bersemangat saja ia menjalani hidupnya.

Ketika itu Dahlan dan teman-teman PII mengadakan unjuk rasa  di tugu nasional yang berlanjut ke akntor gubernur. Namun, naas, karena dalam perjalanan menuju ke sana mereka dihadang sekelompok tentara yang menyuruh mereka bubar. Oada awalnya mereka enggan membubarkan diri, tetapi setelah para tentara mengeluarkan beberapa tembakan, akhirnya mereka kalang kabut. Sebagai akibatnya mereka dianggap sebagai ancaman bagi negara pada saat itu dan menjadi buronan, dan Dahlan dianggap sebagai otak dari unjuk rasa tersebut. Sekretariat PII di obrak-abrik para tentara, dan mereka masih menjadi buronan setelah unjuk rasa itu sudah berakhir. Sialnya, pada saat  Dahlan melarikan diri bersama Syaiful dan Syarifudin, ia terjatuh ke dalam tebing dan ditolong oleh nenek Saripa, sedang kedua temannya berhasik diciduk oleh para tentara. Selama berada di rumah nenek Saripa ia selalu dikirim makanan oleh Nafsiah, teman satu organisasi PII. Di rumah nenek Saripa ini dia berkenalan dengan Sayid, seorang wartawan di Mimbar Masyarakat. Dan dirumah nenek saripa inilah ia tahu bahwa nafsiah menyukainya.

Setelah ia ia bebas, ia memutuskan untuk menjadi wartawan di Mimbar masyarakat dan memutuskan untuk berhenti kuliah. Stiap hari hanya di habiskan untuk bekerja dan bekerja, ini ia lakukan untuk melaupakan Aisha (yang kabarnya sudah dilamar orang) serta melupakan Maryati. Dahlan menjelma menjadi wartawan yang andal, berbakat, dan diakui oleh teman-teman seprofesinya. Kariernya terus melaju.

Pada suatu titik, ia telah memutuskan untuk melupakan Aisha, dan Maryati dan memilih untuk bersama Nafsiah sebagai masa depannya. Akhirnya ia datang melamar ke rumah Nafsiah di temani oleh Kadir dan tak berapa lama akhirnya ia menikah dengan Nafsiah. Setelah menikah, karier dahlan terus menanjak. Setelah ia menjadi redaktur pelaksana di Mimbar Masyarakat ia mendapat tawaran dari Tempo sebagai pembantu lepas, hingga akhirnya menjadi pembantu tetap di Tempo. Rumah tangganya pun semakin meriah dengan hadirnya anak laki-lakinya yang bernama Rully. Ia semakin semangat untuk bekerja, sampai-sampai ia mengalahkan keluarga untuk pekerjaannya. Hasilnya, ia diangkat sebagai kepala biro di Tempo Surabaya. Ia akhirnya pindah ke Surabaya bersama keluarganya. Tak berhenti sampai di situ. Ia akhirnya dipercaya untuk memegang Jawa Pos yang dibeli oleh pihak Tempo.

Nah, novel kedua dari Trilogi Novel Inspirasi Dahlan Iskan ini tak kalah bagus dari novel pertama. Kalau novel pertama menceritakan tentang masa kecil Pak Dahlan, Novel kedua ini menceritakan masa muda Pak Dahlan, hingga beliau memegang Jawa Pos. Ternyata untuk sampai pada tahap kehidupan yang mapan, beliau harus mengalami jalan yang pahit terlebih dahulu. Banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari novel ini. Beberapa diantaranya bahwa kita harus selalu bersyukur atas apa yang sudah kita miliki, dan kita juga tidak boleh putus asa walaupun kita sedang berada pada titik terendah semangat kita. Selalu ada celah untuk bangkit selalu ada celah untuk bersyukur.

Sampul novel ini menarik, selain itu juga sudah mencerminkan tentang isi dari novelnya sendiri. Bahasa yang digunakan juga mudah dipahami oleh pembaca. Dari segi alur, alur yang digunakan adalah alur maju mundur. Beberapa tokoh sering membayangkan masa lalunya, terutama Dahlan. Hal yang menarik di dalam novel ini adalah adanya surat-surat  dari Aisha maupun buku diary Dahlan yang sangat romantis. Monggo, bagi yang mau tau tentang masa muda Pak Dahlan, saya sangat merekomendasikan!

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.