Judul :
Surat Dahlan
Penulis :
Khrisna Pabichara
Tahun terbit :
Januari 2013
Jumlah hal : 378
hal
Penerbit :
Penerbit Noura Books
Ada yang mengatakan
kepadaku bahwa penyakit pertama yang diidap para perantau adalah rindu kampung.
Penyakit ini menyebabkan hasrat ingin pulang yang akut. Bagi mereka yang bisa
melewati masa kritis, akan bertahan di tanah rantau. Sebaliknya, mereka yang
tak mampu sembuh dan seluruh benaknya digerogoti bakteri rindu akan pulang ke
tempat asal dengan gelar yang menyakitkan: Orang-orang kalah.
Dahlan yang sudah menamatkan sekolahnya di jenjang SMA,
merantau ke Samarinda, ke rumah Mbak Atun untuk melanjutkan pendidikannya ke
jenjang perguruan tinggi. Ia kuliah di dua tempat sekaligus. Sampai di tahun
ketiga, kuliahnya tak menunjukkan tanda-tanda akan selesai. Ia merasa
terkungkung dengan sistem pendidikan yang dilakoninya. Ia mendambakan kebebasan, kebebasan dalam
mengungkapkan pendapat terutama. Hingga akhirnya ia menemukan tempat berlabuh
di dalam suatu organisasi yang bernama Pelajar Islam Indonesia dan membuat
majalah kampus yang diberi nama Wawasan.
Barangkali aku cuma
punya harapan yang setiap saat bertumpuk di kepala. Itu sebabnya ku namai
kepalaku dengan kebun harapan. Kebun yang segala jenis bibit bisa tumbuh di
sana. Lucunya, aku tak pernah tahu, atau mungkin belum tahu, bibit apa yang
paling tepat di tanam di kebun harapan itu.
Ya,
Dahlan muda sedang galau menapaki masa depannya. Ia merasa tak ada semangat
lagi untuk kuliah. Di samping itu, ia selalu merindukan Aisha, yang berada jauh
di Jawa. Ya, Aisha teman masa kecilnya, Aisha yang ia sukai sejak dulu. Aisha
selalu mengirim surat untuk Dahlan, walaupun dahlan seringnya tak membalas
surat dari Aisha. Seringnya ia hanya membaca dan merenunginya, lalu serta merta
membayangkan masa lalu bersama Aisha. Satu lagi yang membuat ia tak tahan untuk
kuliah. Belum lagi ia sempat bersitegang dengan salah satu dosennya, Pak Rahim,
hanya karena Dahlan tidak memakai kemeja saat mengikuti perkuliahan dengan pak
Rahim, hingga akhirnya ia melakukan perbuatan yang sangat diluar dugaan, yang
membuat Pak Rahim sangat berang. Ditambah lagi kedatangan Maryati ke rumah Mbak
Atun, orang yang sejak dulu menyukai Dahlan walaupun ia tahu hati Dahlan hanya
untuk Aisha. Semakin tak bersemangat saja ia menjalani hidupnya.
Ketika
itu Dahlan dan teman-teman PII mengadakan unjuk rasa di tugu nasional yang berlanjut ke akntor
gubernur. Namun, naas, karena dalam perjalanan menuju ke sana mereka dihadang
sekelompok tentara yang menyuruh mereka bubar. Oada awalnya mereka enggan
membubarkan diri, tetapi setelah para tentara mengeluarkan beberapa tembakan,
akhirnya mereka kalang kabut. Sebagai akibatnya mereka dianggap sebagai ancaman
bagi negara pada saat itu dan menjadi buronan, dan Dahlan dianggap sebagai otak
dari unjuk rasa tersebut. Sekretariat PII di obrak-abrik para tentara, dan
mereka masih menjadi buronan setelah unjuk rasa itu sudah berakhir. Sialnya,
pada saat Dahlan melarikan diri bersama
Syaiful dan Syarifudin, ia terjatuh ke dalam tebing dan ditolong oleh nenek
Saripa, sedang kedua temannya berhasik diciduk oleh para tentara. Selama berada
di rumah nenek Saripa ia selalu dikirim makanan oleh Nafsiah, teman satu
organisasi PII. Di rumah nenek Saripa ini dia berkenalan dengan Sayid, seorang
wartawan di Mimbar Masyarakat. Dan
dirumah nenek saripa inilah ia tahu bahwa nafsiah menyukainya.
Setelah
ia ia bebas, ia memutuskan untuk menjadi wartawan di Mimbar masyarakat dan
memutuskan untuk berhenti kuliah. Stiap hari hanya di habiskan untuk bekerja
dan bekerja, ini ia lakukan untuk melaupakan Aisha (yang kabarnya sudah dilamar
orang) serta melupakan Maryati. Dahlan menjelma menjadi wartawan yang andal,
berbakat, dan diakui oleh teman-teman seprofesinya. Kariernya terus melaju.
Pada
suatu titik, ia telah memutuskan untuk melupakan Aisha, dan Maryati dan memilih
untuk bersama Nafsiah sebagai masa depannya. Akhirnya ia datang melamar ke
rumah Nafsiah di temani oleh Kadir dan tak berapa lama akhirnya ia menikah
dengan Nafsiah. Setelah menikah, karier dahlan terus menanjak. Setelah ia
menjadi redaktur pelaksana di Mimbar
Masyarakat ia mendapat tawaran dari Tempo
sebagai pembantu lepas, hingga akhirnya menjadi pembantu tetap di Tempo. Rumah tangganya pun semakin
meriah dengan hadirnya anak laki-lakinya yang bernama Rully. Ia semakin
semangat untuk bekerja, sampai-sampai ia mengalahkan keluarga untuk
pekerjaannya. Hasilnya, ia diangkat sebagai kepala biro di Tempo Surabaya. Ia
akhirnya pindah ke Surabaya bersama keluarganya. Tak berhenti sampai di situ.
Ia akhirnya dipercaya untuk memegang Jawa Pos yang dibeli oleh pihak Tempo.
Nah,
novel kedua dari Trilogi Novel Inspirasi Dahlan Iskan ini tak kalah bagus dari
novel pertama. Kalau novel pertama menceritakan tentang masa kecil Pak Dahlan,
Novel kedua ini menceritakan masa muda Pak Dahlan, hingga beliau memegang Jawa
Pos. Ternyata untuk sampai pada tahap kehidupan yang mapan, beliau harus
mengalami jalan yang pahit terlebih dahulu. Banyak sekali pelajaran yang dapat
diambil dari novel ini. Beberapa diantaranya bahwa kita harus selalu bersyukur
atas apa yang sudah kita miliki, dan kita juga tidak boleh putus asa walaupun
kita sedang berada pada titik terendah semangat kita. Selalu ada celah untuk
bangkit selalu ada celah untuk bersyukur.
Sampul
novel ini menarik, selain itu juga sudah mencerminkan tentang isi dari novelnya
sendiri. Bahasa yang digunakan juga mudah dipahami oleh pembaca. Dari segi
alur, alur yang digunakan adalah alur maju mundur. Beberapa tokoh sering
membayangkan masa lalunya, terutama Dahlan. Hal yang menarik di dalam novel ini
adalah adanya surat-surat dari Aisha
maupun buku diary Dahlan yang sangat romantis. Monggo, bagi yang mau tau
tentang masa muda Pak Dahlan, saya sangat merekomendasikan!
0 komentar:
Posting Komentar